Kamis, 23 Desember 2010

Cara Membuat Blog

Cara Membuat Blog

Membuat Blog Itu Mudah

Pada Lensa ini Anda akan dipandu membuat blog dari blogger.com. Anda akan mampu membuat blog tanpa perlu berdiri terlebih dari kursi Anda saat ini, karena sangat mudahnya.

Langkah 1: Daftar Google

Daftarkan Diri Anda di Google

Lho koq? Koq di Google? Katanya mau ngajarin bikin blog di blogger.com, koq malah di Google? Tidak salah, karena untuk masuk ke blogger, Anda harus memiliki login google.com.

Silahkan kunjungi http://www.blogger.com. Anda akan mendapatkan halaman seperti pada gambar dibawah.

Jika Anda sudah memiliki login di Google, Anda tinggal login, maka Anda akan masuk ke Control Panel atau Panel Kontrol.

Oh ya, Anda bisa memilih bahasa, apakah Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.

Untuk kali ini saya anggap Anda belum memiliki login Google.

Klik tanda panah besar yang bertuliskan CIPTAKAN BLOG ANDA.

Sejauh ini sangat mudah dan akan terus mudah.
Halaman Pertama

Langkah 2: Daftar Blog

Lengkapi Pendaftaran Anda

Setelah Anda klik tanda panah besar yang bertuliskan CIPTAKAN BLOG ANDA, maka akan muncul formulir seperti yang ada pada gambar dibawah ini.

Proses ini akan menciptakan account Google yang dapat Anda gunakan pada layanan Google lainnya. Jika Anda sudah memiliki sebuah account Google mungkn dari Gmail, Google Groups, atau Orkut.

Satu account Google bisa digunakan untuk mengakses semua fasilitas yang disediakan oleh Google.

Jika Anda sudah memiliki accout google, Anda bisa langsung login (masuk). Untuk login ke Google, Anda harus login dengan menggunakan alamat email.

Silahkan lengkapi.

1. Alamat email yang Anda masukan harus sudah ada sebelumnya. Anda akan dikirim konfirmasi ke email tersebut. Jika Anda menggunakan email palsu atau email yang baru rencana akan dibuat, maka pendaftaran bisa gagal. Anda tidak perlu menggunakan email gmail.com. Email apa saja bisa.

2. Lengkapi data yang lainnya.

3. Tandai "Saya menerima Persyaratan dan Layanan" sebagai bukti bahwa Anda setuju. BTW Anda sudah membacanya?

Setelah lengkap, klik tanda panah yang bertuliskan lanjutkan.
Form Pendaftaran 1
Form Pendaftaran 2

Langkah 3: Membuat Blog

Memilih Nama Blog dan URL Blog

Jika Anda berhasil, Anda akan dibawa ke halaman seperti pada gambar dibawah. Jika gagal? Gagal biasanya karena verifikasi kata Anda salah. Itu wajar karena sering kali verifikasi kata sulit dibaca. Yang sabar saja, ulangi sampai benar. Saya sendiri sampai mengulang 3X.

Setelah Anda berhasil mendaftar, Anda akan dibawa ke halaman seperti yang ada pada gambar dibawah. Sekarang Anda mulai membuat blog dengan mengisi nama dan alamat blog Anda.

Sebagai contoh, saya menamakan blog tersebut dengan nama Hasna Zahidah. Sssst, jangan curiga, Hasna adalah putri saya. Saya memilih alamat blog dengan alamat http://hasna-zahidah.blogspot.com
sebagai alaternatif, bisa juga http://hasnazahidah.blogspot.com.

Jika Anda membuat lensa dengan tujuan mempromosikan produk Anda atau produk afiliasi, maka dalam memilih nama, harus berisi nama produk atau jasa yang akan Anda tawarkan. Misalnya jika Anda ingin menjual ebook saya, Anda bisa memilih kata kunci seperti motivasi, sukses, berpikir positif, dan kata-kata kunci lainnya yang sesuai.

Anda juga bisa meneliti kata kunci yang paling banyak dicari orang (tentu harus berhubungan dengan produk yang Anda jual) di
https://adwords.google.com/select/KeywordToolExternal

Anda bisa mengecek ketersediaan alamat blog yang Anda pilih. Jika tersedia bisa Anda lanjutkan. Jika tidak tersedia, maka Anda harus kreatif mencari nama lain atau memodifikasi alamat yang sudah ada, misalnya ditambahkan abc, xzy, 101, dan bisa juga dengan menyisipkan nama Anda.

Lanjutkan dengan klik tanda panah bertuliskan LANJUTKAN.
Proses Pembuatan Blog

Langkah ke 4 Blog Template

Pilih desain yang sesuai dengan selera Anda.

Berhasil? Tentu saja berhasil, memang mudah koq. Jika berhasil, Anda akan diarahkan ke halaman seperti yang ada pada gambar dibawah.

Pilihlah tema yang sesuai dengan selera Anda. Jika tidak ada yang sesui dengan selera Anda, jangan khawatir, nanti masih banyak pilihan tema yang bisa Anda install sendiri. Sekarang pilih saja tema agar proses pembuatan blog bisa diselesaikan. Anda bisa preview tema dengan klik gambarnya.

Untuk Memilih tema Anda klik (tandai) bulatannya o seperti pada gambar dibawah. Lihat yang saya tunjuk dengan panah merah buatan saya.

Setelah itu Anda klik tanda panah yang bertuliskan LANJUTKAN
Memilih Tema

Belajar Membuat Blog Selesai

Sekarang tinggal posting, pengaturan, dan tata letak

Selamat, sekarang Anda sudah memiliki sebuah blog. Sekarang Anda sudah mulai bisa memposting pemikiran Anda di blog dan dibagi ke seluruh dunia (eh Indonesia).

Memang masih ada beberapa hal yang harus Anda lakukan, yaitu pengaturan, tata letak, penambahan eleman, dan penggantian tema jika Anda menginginkan tema yang lain. Ini untuk tingkat lanjut.

Setidaknya, Anda sudah memiliki blog dan bisa posting. Hal ini sudah cukup untuk tahap awal. Untuk mendalami masalah Blog lebih dalam, saya anjurkan Anda membaca ebook Nge-Blog Dapat Duit.

Pada ebook tersebut, bukan hanya diajarkan cara nge-blog, tetapi juga bagaimana mendapatkan uang dari blog. Saya sendiri sudah membuktikannya, saya mendapatkan uang dari ngeblog. Jangan heran kalau saya rajin ngeblog.

Jumat, 03 Desember 2010

tugas agama



Nama             :
Nim                 :
Kelas              :
Mata Kuliah :
Dosen             :

  • Q.S. Asy Syura ayat 52
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الإيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
52
Isi Kandungan :
            Al Quran adalah sebagai cahaya penerang bagi umat manusia, Al Quran sebagai petunjuk bagi kaum muslim dan sesungguhnya memberi kita (manusia) jalan yang lurus dengan ridho Allah S.W.T .

  • Q.S. Al Baqarah ayat 134

Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.
تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ وَلا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
134
Isi Kandungan :
            Setiap manusia akan mempertanggung jawabkan amal perbuatan yang telah di lakukan selama hidup, apapun yang telah kita kerjakan di dunia ini di akhirat nanti smuanya harus kita pertanggung jawabkan, amal baik maupun amal buruk .

  • Q.S. Al Qashash ayat 56
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
56
Isi Kandungan :
            Sesungguhnya kelak kita tidak bisa membantu satu sama lain meski kita saling mengasihi di dunia, tetapi Allah akan memberi petunjuk itu hanya kepada seseorang yang dikehendakiNya dan hanya Allah yang mengetahui orang yang akan menerima petunjuk tersebut .


Jumat, 15 Oktober 2010

struktur puisi menurut para ahli

(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

Puisi


1. Pengertian
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
(1)     Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2)     Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(3)     Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
(4)     Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(5)     Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

2. Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.
(1)     Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.
(2)     Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.
(3)     Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.
(4)     Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
(5)     Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9) ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima). Djojosuroto (2004:35) menggambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Puisi sebagai struktur
Berdasarkan pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65) menjelaskan unsur-unsur puisi sebagai berikut.

2.1 Struktur Fisik Puisi
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
(1)     Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2)     Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
(3)     Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4)     Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5)     Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6)     Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutardji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
2.2 Struktur Batin Puisi
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.
(1)     Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2)     Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3)     Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4)     Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari  sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.

KEKUASAAN DAN KEHENDAK MUTLAK TUHAN

Pendahuluan

Kali ini penulis mendapat tugas membuat makalah dari dosen pemangku mata kuliah Ilmu Kalam. Yang berjudul “Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan. Seperti biasanya dan seolah-olah sudah menjadi norma bahwa diperkuliahan S1 sudah sewajarnya menjiplak-jiplak(hasil karya orang lain) isi dari makalah(tugas) yang diberikan dosen. Oleh karenanya dengan tanpa malu-malu penyusun pun akan menjiplak isi dari sebagian makalah ini. Menjiplak dari tulisan orang-orang yang punya kapasitas dalam bidang Ilmu Kalam ini, khususnya judul yang berkaitan dengan Kehendak Mutlak Tuhan.

Sebelumnya penyusun ingin katakan bahwa pembicaraan tentang Tuhan ini tidak dimaksudkan untuk menyombongkan diri. Tidak bermaksud bersikap sok tahu tentang Tuhan. Penyusun pun sadar bahwa sesungguhnya kita tidak pernah tahu persis Tuhan yang sebenarnya seperti apa. Ini kutipan dari Diktat Perkuliahan Antropologi yang diasuh oleh Bapak Julian Ashari, M.Ag, dalam kata pengantar diktatnya beliau menulis, “Siapa mengenal dirinya dia mengenal Tuhannya. Ungkapan ini menohok kepongahan kita yang berlagak mampu menjangkau Tuhan, padahal siapa diri ini pun kita tidak kenal. Bagaimana mungkin, kita begitu angkuh mengangkangi Tuhan di bawah perspektif teori, teologi & ideology kita tanpa sempat mencurigai bagaimana teori, teologi atau ideology itu ujug-ujug bercokol di kepala ini, lalu menjadi kacamata kita untuk melihat Tuhan dan realitas lain?”. Dari kutifan di atas terlihat bahwa ada upaya untuk tidak lantas berbangga diri/menyombongkan diri karena telah mampu memahami realitas yang dianggap paling sacral, yaitu Tuhan. Padahal, kita tidak pernah benar-benar, nyata dan terang melihat atau mengetahui Tuhan yang sebenarnya. Pengetahuan tentang Tuhan ini tidak lain hanya secuil saja, atau bisa saja itu bukanlah pengetahuan tentang Tuhan yang sebenarnya. Bisa jadi itu hanya ilusi yang diproduksi pikiran kita.

Namun, pembahasan Tuhan ini tidak lantas menjadi tidak penting. Karena kalimat Tuhan ada dalam teks(Al Quran) yang selama ini kita imani secara dogmatis-kaku. Penafsiran keagamaan seperti itu hanya efektif buat sebagian orang saja. Sebagian yang lain tidak dan mulai bertanya-tanya adakah bukti rasional tentang adanya Tuhan? Dari pertanyaan itulah kemudian muncul pertanyaan-pertanyaan lain/ persoalan lain, tidak lagi hanya sekedar berbicara tentang ada-Nya. Ia sudah mulai merambah sisi lain yang berkaitan dengan Tuhan. Diantaranya mengenai Kehendak Mutlak Tuhan. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul ini tidak semata-mata untuk memuaskan dahaga intelektual para terpelajar, ia juga dibutuhkan oleh umat karena diposisikan sebagai prinsif hidup sekaligus prinsif beragama.

Pembahasan mengenai tema di atas hanyalah pengulangan-pengulangan produk berpikir orang-orang pintar terdahulu. Jadi di sini penyusun hanya memaparkan saja pemikiran-pemikiran Kalam yang telah ada, seperti Mu’tazilah, Asy’ ariyah, dan Maturidiyah.


Pemilahan dari Buku Berjudul Teologi Islam

Buku Teologi Islam yang dimaksud ialah karya Prof. Dr. Harun Nasution. Pemilahan ialah sebuah kata yang tidak asing digunakan dalam Buku Filsafat Umum yang ditulis oleh Bambang Qomaruzaman salah satu dosen Jurusan Aqidah Filsafat UIN SGD Bandung, atau biasa penulis sapa BQ. Term pemilahan dalam buku beliau berkaitan dengan cara berpikir analitik, yaitu sebuah cara berpikir yang beroprasi dengan cara memilah-milah sesuatu agar didapat kejelasan. Cara berpikir seperti ini berguna untuk kita melihat sesuatu yang tadinya samar dan tercampu baur. Memudahkan untuk kita mengenalinya, maka didapatlah sebuah pengetahuan dan kita dapat mudah mengingatnya.

Kaitannya dengan Buku Teologi Islam karya Prof. Dr. Harun Nasution ialah sebuah pemilahan dari sub bahasan yang berjudul Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan dalam bukunya. Dalam sub bahasan itu dibahas beberapa perspektif dari tiga aliran kalam dalam Islam, yaitu Mu’tazilah, Maturidiyah, Asy’ariyah. Nah, tiga perspektif ini yang akan penulis pilah-pilah menjadi sub judul dalam makalah ini, agar didapat sebuah kejelasan dari masing-masingnya. Meskipun cara ini tidak begitu penting karena berkaitan dengan daya nalar pembaca. Namun, ini berguna untuk melatih penulis mengaplikasikan hasil bacaannya ke dalam sebuah tulisan yang berbentuk makalah.



Perspektif Mu’tazilah

Di bawah ini saya akan kutifkan langsung tulisan Prof. Dr. Harun Nasution :

“Kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak bersifat mutlak lagi. Seperti terkandung dalam uraian Nadir, kekuasaan mutlak Tuhan telah dibatasi oleh kebebasan yang menurut faham Mu’tazilah, telah diberikan kepada manusia dalam menentukan perbuatan dan kemauan. Seterusnya kekuasaan mutlak itu dibatasi pula oleh sifat keadilan Tuhan. Tuhan tidak bisa lagi berbuat sekehendak-Nya, Tuhan telah terikat pada norma-norma keadilan yang kalau dilanggar membuat Tuhan bersifat tidak adil bahkan zalim. Sifat serupa ini tak dapat diberikan kepada Tuhan. Selanjutnya, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap manusia yang menurut faham Mu’tazilah memang ada. Lebih lanjut lagi, kekuasaan mutlak itu dibatasi pula oleh nature atau hukum alam(sunnah Allah) yang tidak mengalami perubahan.

Al jahiz mengatakan bahwa tiap-tiap benda mempunyai nature dan sifat sendiri yang mempunyai efek tertentu menurut nature masing-masing. Lebih tegas Al Khayyat menerangkan bahwa tiap benda memiliki nature tertentu dan tak dapat menghasilkan kecuali efek yang itu-itu juga; api tak dapat menghasilkan apa-apa kecuali panas, dan es tak dapat menghasilkan apa-apa kecuali dingin. Efek yang ditimbulkan tiap benda, menurut Mu’ammar seperti gerak, diam, rasa, warna, bau, panas, dingin, basah dan kering, timbul sesuai dengan nature dari masing-masing benda yang bersangkutan. Sebenarnya efek yang ditimbulkan tiap benda bukan perbuatan Tuhan. Perbuatan Tuhan hanyalah menciptakan benda-benda yang mempunyai nature tertentu.

Dari tulisan-tulisan seperti di atas itu dapat ditarik kesimpulan bahwa kaum Mu’tazilah percaya pada hukum alam atau sunnah Allah yang menganut perjalanan kosmos dan dengan demikian menganut faham determinisme. Dan determinisme ini bagi mereka, sebagai kata Nadir, tidak berubah-ubah sama dengan keadaan Tuhan yang juga tidak berubah-ubah.

Sebagai penjelasan selanjutnya bagi faham sunnah Allah yang tak berubah-ubah ini dan determinisme ini; ada baiknya dibawa di sini uraian Tafsir al-Manar. Segala sesuatu di alam ini, demikian al Manar, berjalan menurut sunnah Allah dan sunnah Allah itu dibuat Tuhan sedemikian rupa sehingga sebab dan musabab di dalamnya mempunyai hubungan yang erat. Bagi tiap sesuatu Tuhan menciptakan sunnah tertentu. Umpamanya sunnah yang mengatur hidup manusia berlainan dengan sunnah yang mengatur hidup tumbuh-tumbuhan. Bahkan juga ada sunnah yang tidak berubah-ubah untuk mencapai kemenangan. Jika seseorang mengikuti jalan yang ditentukan sunnah ini, orang akan mencapai kemenangan, tetapi jika ia menyimpang dari jalan yang ditentukan sunnah itu, ia akan mengalami kekalahan. Ada pula sunnah yang membawa pada kesenangan dan ada yang membawa pada kesusahan. Keadaan seorang mukmin atau seorang kafir tidak membawa pengaruh dalam hal ini. Sunnah tidak kenal pada pengecualian, sungguh pun pengecualian untuk Nabi-nabi. Sunnah tidak berubah-ubah dan Tuhan tidak menghendaki supaya sunnah menyalahi nature. Oleh karena itu orang sakit yang memohon pada Tuhan supaya ia diberikan kesehatan kembali, sebenarnya meminta : “Tuhanku, hentikanlah untuk kepentinganku sunnah-Mu yang Engkau katakan tidak akan berubah-ubah itu”. Jelas bahwa sunnah Allah tidak mengalami perubahan atas kehendak Tuhan sendiri dan dengan demikian merupakan batasan bagi kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.

Semua uraian tersebut di atas menunjukan bahwa dalam faham Mu’tazilah kekuasaan mutlak Tuhan mempunyai batas-batasan; dan Tuhan sendiri, sebagai kata al-Manar, tidak bersikap absolute seperti halnya Raja Absolut yang menjatuhkan hukuman menurut kehendaknya semata-mata. Keadaan Tuhan dalam faham ini, lebih dekat menyerupai keadaan Raja Konstitusional, yang kekuasaan dan kehendaknya dibatasi oleh konstitusi.”1)


Perspektif Maturidiyah

Ini adalah perspektif aliran Maturidiyah yang saya kutif langsung dari bukunya Prof. Dr. Harun Nasution yang berjudul Teologi Islam.

“Adapun kaum Maturidi, golongan Bukhara menganut pendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Menurut al-Bazdawi, Tuhan memang berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya menurut kehendak-Nya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa-Nya, dan tidak ada larangan-larangan terhadap Tuhan. Akan tetapi bagaimana pun juga seperti akan dijelaskan nanti, faham mereka tentang kekuasaan Tuhan tidaklah semutlak faham Asy’ ariah.

Maturidiyah golongan Samarkand, tidaklah sekeras golongan Bukhara dalam mempertahankan kemutlakan kekuasaan mutlak Tuhan. Batasan-batasan yang diberikan golongan Samarkand ialah:
a. Kemerdekaan dalam kemauan dan perbuatan yang menurut pendapat mereka, ada pada manusia.
b. Keadaan Tuhan menjatuhkan hukuman bukan sewenang-wenang, tetapi berdasarkan atas kemerdekaan manusia dalam mempergunakan daya yang diciptakan Tuhan dalam dirinya untuk berbuat baik atau berbuat jahat.
c. Keadaan hukuman-hukuman Tuhan, sebagai kata al-Bayadii, tak boleh tidak mesti terjadi.

Dalam pada itu kiranya ditegaskan bahwa yang menentukan batasan-batasan itu bukanlah zat selain Tuhan, karena di atas Tuhan tidak ada suatu zat pun yang lebih berkuasa. Tuhan adalah di atas segala-galanya. Batasan-batasan itu ditentukan oleh Tuhan sendiri dan dengan kemauan-Nya sendiri pula.”2)

Perspektif Asy’ariyah

“Kaum Asy’ariah, karena percaya pada mutlaknya kekuasaan Tuhan, mempunyai tendensi sebaliknya. Mereka menolak faham Mu’tazilah bahwa Tuhan mempunyai tujuan dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Bagi mereka perbuatan-perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan, tujuan dalam arti sebab yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu. Betul mereka akui bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan menimbulkan kebaikan dan keuntungan bagi manusia dan bahwa Tuhan mengetahui kebaikan dan keuntungan itu, tidaklah menjadi pendorong bagi Tuhan untuk berbuat.

Dalam menjelaskan kemutlakan kekuasaan dan kehendak Tuhan ini, al-Asy’ari menulis dalam Al-Ibanah bahwa Tuhan tidak tunduk kepada siapa pun; di atas Tuhan tidak ada suatu zat lain yang dapat membuat hukum dan dapat menentukan apa yang boleh dibuat dan apa yang tidak boleh dibuat Tuhan. Tuhan bersifat absolute dalam kehendak dan kekuasaan-Nya. Seperti kata al-Dawwani, Tuhan adalah Maha Pemilik (al-Malik) yang bersifat absolute dan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya di dalam kerajaan-Nya dan tak seorang pun yang dapat mencela perbuatan-Nya. Yaitu, sungguh pun perbuatan-perbuatan itu oleh akal manusia dipandang bersifat tidak baik dan tidak adil.

Dalam hubungan ini al-Baghdadi mengatakan bahwa boleh saja Tuhan melarang apa yang telah diperintahkan-Nya dan memerintahkan apa yang telah dilarang-Nya.

Al-Ghazali juga mengeluarkan pendapat yang sama. Tuhan dapat berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya, dapat memberikan hukum menurut kehendak-Nya, dapat menyiksa orang yang berbuat baik jika itu dikehendaki-Nya dan dapat memberi upah kepada orang kafir jika yang demikian dikehendaki-Nya.

Kemutlakan kekuasaan dan kehendak Tuhan yang digambarkan di atas dapat pula dilihat dari faham kaum Asy’ariah bahwa Tuhan dapat meletakan beban yang tak terpikul pada diri manusia, dan dari keterangan al-Asy’ari sendiri, bahwa sekiranya Tuhan mewahyukan bahwa berdusta adalah baik, maka berdusta mestilah baik bukan buruk.

Bagi kaum Asy’ariah, Tuhan memang tidak terikat kepada apa pun, tidak terikat kepada janji-janji, kepada norma-norma keadilan dan sebagainya.” 3)

Faham Asy’ariah mengenai doa, sunatullah, serta surga & neraka pula berkait erat dengan pemahamannya terhadap kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Yaitu, Tuhan dapat berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya, dapat memberikan hukum menurut kehendak-Nya, dapat menyiksa orang yang berbuat baik jika itu dikehendaki-Nya dan dapat memberi upah kepada orang kafir jika yang demikian dikehendaki-Nya. Karena sifat-Nya yang mutlak dan absolute itu maka Tuhan bisa memasukan orang mukmin ke dalam neraka atau orang kafir ke dalam surga asal Ia menghendaki-Nya. Tuhan bisa melanggar hukum-hukum yang telah di buat-Nya(sunatullah) di dunia. Selanjutnya, atas dasar itu pula melalui doa segala ketentuan Tuhan dapat diubah jika Tuhan menghendaki atau mengabulkan doa yang berdoa.

Kesimpulan

1. Bagi Mu’tazilah, Tuhan haruslah patuh kepada hukum-hukum yang Ia buat sendiri. Oleh karenanya terkesan Tuhan tak lagi memiliki kehendak dan kekuasaan mutlak semutlak-mutlaknya. Ini tidak terlepas dari upaya memahasucikan-Nya.

2. Sebaliknya bagi kaum Asy’ariah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan tak berbatas atau tak ada yang membatasi-Nya. Oleh karenanya, Ia dapat merubah hukum yang sebelumnya Ia sudah tetapkan, asalkan Ia menghendaki-Nya.


3. Kaum Maturidi agaknya di sini mereka menempatkan fahamnya diantara Mu’tazilah dengan Asy’ariah. Menurut mereka Tuhan memiliki kehendak dan kekuasaan mutlak semutlak-mutlaknya namun Ia juga tak bisa sewenang-wenang berkehendak.



1) Harun Nasution. Teologi islam. UIP. Jakarta. 1986
2) Nasution, Op.cit
3) Nasution, Op.cit